Friday, November 25, 2005

Inflasi kata-kata dan inflasi uang

Bisnis Indonesia, 8-9 November 2005
Menjelang tutup tahun 2004, tepatnya 22 Desember, Menko Perekonomian Aburizal Bakrie di depan ratusan wartawan memaparkan kinerja ekonomi 2004 dan arah 2005. Saat itu Bakrie memperkirakan inflasi akan stabil di kisaran 5%-7% walaupun harga BBM dinaikkan.
Untuk nilai tukar dia menduga akan stabil di kisaran Rp8.700 hingga Rp9.200 per dolar AS, sedangkan suku bunga SBI tak akan berubah dan diupayakan berkisar di 7%-8%.
Tentu saja angka-angka yang keluar dari mulut Bakrie itu tidak datang dari langit dan sedianya merupakan hasil perhitungan cermat dari para ekonom dan pejabat tim ekonomi pemerintah.
Menurut catatan, sejumlah ekonom kondang yang rajin menulis pandangan mereka di media massa berada di tim ekonomi pemerintah. Mereka antara lain Mari Pangestu (UC Davis, Menteri Perdagangan), Sri Mulyani Indrawati (Illinois University, Ketua Bappenas), dan Jusuf Anwar (Vanderbilt, Menteri Keuangan). Penasihat ekonomi Presiden SBY juga seorang ekonom kondang yaitu Dr Sjahrir (Harvard).
Di lapisan kedua ada M. Chatib Basri (Australian National University, staf ahli Menko Perekonomian) atau Anggito Abimanyu (University of Pensylvania, Depkeu).
Manisnya pernyataan para ekonom dan pejabat seperti diberi pembenaran ketika pada April 2005, seorang ekonom Bank Pembangunan Asia (ADB) bernama Amanah Abdul Kadir datang ke Jakarta membawa kabar bahwa tingkat inflasi di Indonesia tahun ini akan lebih rendah dari 5%, jauh di bawah target inflasi APBN (kesepakatan bersama pemerintah dan DPR) sebesar 7,3%.
Hal itu berarti ADB justru sedikit lebih pesimistis dari pemerintahan Megawati Soekarnoputri yang merancang APBN 2005 dengan target inflasi 5,5%, tetapi jelas lebih optimistis dibandingkan pemerintah SBY-JK.
Waktu itu, tidak ada yang mendebat, padahal bulan sebelumnya pemerintah baru menaikkan harga BBM hingga 30%. Bank Indonesia yang juga bertugas mengendalikan inflasi melalui berbagai instrumen moneternya, ketika itu memperkirakan dampak kenaikan BBM terhadap inflasi hanya 0,65% secara langsung dan 0,58% secara tidak langsung.
Dengan gagah berani, sang ekonom menyampaikan argumentasi di balik proyeksi inflasi 5,9% itu.
Pertama, kenaikan harga minyak dunia tak sebesar tahun 2004. Harga minyak dunia tidak akan melonjak karena Amerika Serikat dan China akan cenderung menahan diri untuk melakukan pembelian untuk mencegah kepanikan ekonomi dunia.
Kedua, nilai mata uang regional Asia akan menguat sehingga daya beli terhadap produk Indonesia menguat. Di sisi lain, iklim usaha di Indonesia membaik dapat menekan biaya produksi sehingga daya saing eksportir lebih tinggi.
Ketiga, kenaikan harga BBM pada akhirnya diikuti kenaikan harga yang lebih rasional karena masyarakat pun akan mengurangi konsumsi.
Kontan saja para pejabat pemerintah langsung sumringah, karena orang asing menilai prospek ekonomi 2005 lebih baik dan meredam kritik bahwa kenaikan BBM 30% tidak pro-rakyat kecil dan me-micu inflasi.
Beberapa hari kemudian, masih bulan April, Gubernur BI Burhanuddin Abdullah giliran angkat bicara soal inflasi. Dia meralat pernyataan sebelumnya bahwa tingkat inflasi tahun ini mencapai 8,8%. BI, lanjut sang gubernur usai bertemu Kepala Negara memperkirakan tingkat inflasi 2005 hanya 7%.
Kenyataannya, sebagian besar asumsi yang dipakai ekonom ADB itu meleset. Harga minyak sempat mendekati US$80 per barel, nilai tukar rupiah menjebol Rp10.000 per dolar AS, dan iklim usaha tak membaik sehingga daya saing perusahaan justru menurun.
Lonjakan harga minyak dan terus merosotnya nilai rupiah membuat sejumlah ekonom mengingatkan pemerintah bahwa target inflasi 7,3% akan terlampaui. Maka pemerintah pun merevisi target inflasi ke 8,6%.
Menjelang kenaikan harga BBM, sekitar September 2005, para ekonom baik di pemerintahan maupun di luar pemerintahan sama-sama membuat proyeksi.
Para ekonom pemerintah mengatakan berdasarkan pengalaman inflasi tambahan karena kenaikan harga BBM adalah 1%-2% sehingga tingkat inflasi tahunan bakal mendekati 10%. Inflasi demikian bersifat sekali (eenmalig) dan setelah itu terjadi keseimbangan baru. Mereka umumnya menggunakan model computable general equilibrium yang menunjukkan dampak inflasi dari kenaikan harga BBM rata-rata 30% adalah 0,7%-1,2%.
Semua terbukti meleset. Maka beberapa hari setelah pemerintah menaikkan harga BBM pada 1 Oktober, Gubernur BI menyatakan tingkat inflasi dapat menembus 14%, jauh di atas target sebelumnya yang cukup optimistis yaitu 12%. Pernyataan itu membuat pemerintah seperti tertampar.
Ekonom Sri Mulyani yang kini menteri dan ketua Bappenas buru-buru mengomentari pernyataan Gubernur BI itu sebagai sebuah sikap pesimisme. Dia tetap yakin tingkat inflasi 12%.
Sang bos, Aburizal Bakrie, pun mendukung pernyataan Sri Mulyani itu dan mengatakan pemerintah akan melakukan operasi pasar tanpa penjelasan operasi pasar apa, mengingat pemerintah bukanlah produsen semua jenis barang yang harganya bisa diatur sesuka hati. Ical bahkan yakin dampak kenaikan harga BBM terhadap inflasi paling banter 3% sehingga inflasi tahunan hanya sekitar 10%-11%. Sang penjaga fiskal, Menkeu Jusuf Anwar malahan masih yakin tingkat inflasi 10% hingga akhir tahun.
Beruntunglah bahwa baik Gubernur BI maupun para menteri dan ekonom, semuanya salah dalam memproyeksikan inflasi. Pengumuman Biro Pusat Statistik (BPS) pada 1 November semestinya membuat merah kuping para ekonom, pejabat pemerintah, dan gubernur BI karena gagal membuat prediksi yang lebih presisi.
Menurut statistik BPS, tingkat inflasi hingga akhir Oktober telah mencapai 17,89% (dihitung dari Oktober 2004) dan 15,65% untuk tahun fiskal 2005 (Januari-Oktober). Inilah tingkat inflasi bulanan dan tahunan tertinggi selama empat tahun terakhir.
Apa respons pemerintah?
Prihatin. Begitulah pernyataan Jubir SBY Andi Alfian Mallarangeng yang konon memerintahkan Aburizal mencari solusi. Andi, seperti dikutip sejumlah media massa, mengatakan sebagai ekonom, presiden SBY (meraih gelar doktor dari IPB, Bogor) mengetahui betul cara mengatasinya. Sayangnya ketika ditanya wartawan apa solusi untuk mengatasi inflasi, Andi minta wartawan bertanya ke Menko Aburizal.
Lalu apa jawab Aburizal?
Dia menjelaskan penyebab inflasi, tak berbeda jauh dengan penjelasan BPS. Aburizal membuat perkiraan tingkat inflasi hingga akhir tahun melampaui 17%. Jawaban serupa keluar dari mulut Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Solusinya?
Menjaga pasokan makanan. Kalla malahan menjamin inflasi November ini akan lebih rendah atau bahkan negatif. Tentu bukan jaminan yang mudah dipenuhi mengingat faktor produksi dan distribusi yang dikuasai pemerintah tak seberapa. Mayoritas dikuasai partikelir.
BI langsung menaikkan suku bunga BI Rate sebesar 125 poin sehingga menjadi 12,25%. Tetapi pagi-pagi baik pemerintah maupun BI sudah melempar proyeksi inflasi tahun depan sekitar 6%-8%.
Dari mana datangnya angka ini? Sudahkah memperhitungkan rencana kenaikan tarif listrik 30% awal tahun depan? Sudahkah memperhitungkan kenaikan lanjutan suku bunga menyusul langkah The Fed?
Sungguh menggelikan bila para ekonom, pejabat pemerintah maupun BI, membaca kembali berita-berita di media massa selama satu tahun terakhir. Mereka tampak seperti tak benar-benar melakukan kalkulasi yang cermat. Akibatnya pernyataan seputar inflasi begitu mudah diobral seolah-olah tak punya arti.
Angkanya pun seperti datang dari langit melalui wahyu atau nubuat. Padahal inflasi dalam kata kunci dari pengelolaan ekonomi makro sebuah negara. Sehingga di sejumlah negara, para pejabat terkait sangat hati-hati berbicara soal angka inflasi. Karena dunia usaha umumnya menjadikan angka itu sebagai patokan.
Beberapa teman kantor mengeluh karena gajinya hanya naik 10% gara-gara target inflasi pemerintah di bawah 10%, sementara kenyataannya tingkat inflasi telah melampaui 15%. Entah berapa banyak perusahaan di tanah air yang mungkin telah menaikkan gaji karyawannya di sekitar target inflasi.
Begitulah kata-kata menjadi sangat dahsyat kekuatannya di era informasi ini, sehingga mereka yang mengucapkannya pun harus mengelola dengan benar. Para ekonom yang memasak angka inflasinya pun harus benar-benar menggunakan bahan baku dan metodologi yang benar.
Inflasi kata-kata (termasuk gambar dan citra) biasanya menjadi penyebab inflasi uang dan harta benda, bukan sebaliknya.
Tahun ini, boleh dibilang inflasi kata-kata telah melampaui 130% sehingga mengakibatkan kenaikan target inflasi dari 7% menjadi 17%. Tiada hari tanpa pernyataan yang saling berseberangan, sibuk membantah, atau meralat. Harga barang, misalnya, telah naik jauh sebelum pemerintah benar-benar menaikkan harga BBM.
Maka, solusi pertama untuk meredam inflasi adalah dengan mengendalikan mutu pernyataan dari mulut para pejabat tinggi negara untuk tidak asal bicara.
Karena rakyat cukup pandai untuk membaca dan menganalisis ucapan serta mencocokkan dengan realitas.

1 Comments:

Blogger Amisha said...

Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

5:02 AM  

Post a Comment

<< Home