Friday, November 25, 2005

Politik ekonomi hidrokarbon Aceh Damai

Bisnis Indonesia, 19 Agustus 2005

Satu-satunya kata kimia yang tertuang dalam kesepakatan damai Aceh yang diteken di Helsinki Senin lalu adalah hidrokarbon. Tentulah yang dimaksud adalah unsur kimia hidrogen dan karbon yang lazimnya ada di minyak dan gas alam. Tetapi unsur utama kayu dari hutan alam adalah hidrokarbon. Demikianpun kelapa sawit dan batubara.

Sayang sekali, tidak ada elaborasi lebih mendalam apakah yang dimaksud hidrokarbon dalam perjanjian damai Aceh itu termasuk kayu, kelapa sawit, hingga batubara?

Tanpa kejelasan mengenai apa yang dimaksud hidrokarbon dalam perjanjian itu, dikhawatirkan posisi pemerintah Indonesia sangat lemah.

Bila yang dimaksud hanya migas, maka jelaslah tidak ada yang aneh dari perjanjian itu. Sesuai UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah serta UU Migas, daerah penghasil migas memang berhak menerima hingga 70% bagi hasil yang merupakan porsi pemerintah.

Untuk hidrokarbon lain yaitu kayu dari hutan alam, saat ini terdapat sekitar sembilan perusahaan yang mendapat konsesi hak pengusahaan hutan (HPH) dengan luas areal sekitar 500.000 hektare. Di antara yang besar terdapat PT Alas Helau, perusahaan terafiliasi dengan kelompok politik masa lalu, yang memasok kebutuhan kayu PT Kertas Kraft Aceh, produsen kertas kraft terbesar di Indonesia. Selain itu terdapat PT Raja Garuda Mas Lestari, anak perusahaan Grup RGM, produsen pulp dan kertas milik Sukanto Tanoto.

Terganggu

Selama ini, aktivitas penebangan kayu di Aceh sedikit terganggu oleh sengketa bersenjata antara militer Indonesia dan GAM. Damai tentu memperlancar penebangan kayu di daerah itu. Pertanyaannya, apakah setiap kayu yang ditebang oleh HPH 70% diserahkan ke pemerintah Aceh?

Pertanyaan yang sama diajukan untuk kegiatan penanaman kelapa sawit, yang menghasilkan crude palm oil (CPO), salah satu hidrokarbon utama di dunia. Walaupun pertanyaan-pertanyaan ini mungkin terlihat bodoh, perlu klarifikasi pemerintah mengenai apa yang dimaksud hidrokarbon dalam pakta damai Aceh itu.

Betapapun anggaran negara Indonesia (APBN) masih sangat tergantung pada produk-produk hidrokarbon, baik migas, batubara, kayu, maupun sawit. Tengoklah neraca perdagangan Indonesia, isinya didominasi berbagai produk hidrokarbon alam tersebut.

Kembali ke hidrokarbon migas, situasi Aceh memang serba dilematis. Selama ini, ladang gas ExxonMobil Oil Indonesia (EMOI) Inc di Lhoksukon dan North Sumatra (NSO) merupakan pemasok utama gas untuk pabrik LNG PT Arun NGL, dua perusahaan pupuk PT Asean Aceh Fertilizer (AAF) dan PT Pupuk Iskandar Muda (PIM), satu pabrik bahan bakar minyak (BBM) milik PT Humpuss Aromatik, dan pabrik kertas kraft PT KKA.

Selama ini hidrokarbon berupa liquefied natural gas (LNG) yang diproduksi PT Arun NGL merupakan penyumbang devisa penting bagi Indonesia.

Namun setelah lebih dari 30 tahun ditambang dan memberi sumbangan devisa sangat besar bagi keuangan Indonesia, cadangan gas alam di Aceh semakin merosot. Kemerosotan itu terlihat dari statistik produksi LNG yang terus merosot sejak 1995. Dari enam pabrik yang ada di Arun, hanya tiga yang beroperasi. Tahun depan, diperkirakan hanya dua yang akan beroperasi. AAF bahkan akan segera dilikuidasi karena tak lagi beroperasi dua tahun terakhir akibat tidak tersedia hidrokarbon. PIM pun harus mengistirahatkan satu pabrik dengan alasan sama.

EMOI sempat menjadikan ketegangan militer TNI-GAM sebagai penyebab terganggunya produksi dan pasokan gas alam. Tapi setelah damai, tak ada jaminan produksi dan pasokan gas alam di Aceh akan pulih.

Diperkirakan dalam kurun kurang dari satu dekade ke depan, cadangan gas alam di Aceh akan habis, sehingga masa depan pabrik pengolah gas alam itu pun tak pasti.

Harapan ada di Blok A yang dimiliki Exxon dan ConocoPhilipps. Tetapi sampai kini pengembangan blok itu terkatung-katung karena tidak ada kesepakatan soal pola bagi hasil antara pemerintah pusat dan Exxon-Conoco.

Pemerintah diketahui telah menawarkan bagi hasil 55% untuk pemerintah dan 45% untuk kontraktor. Tetapi Conoco mengajukan permintaan bagi hasil 50%:50% dengan alasan terlalu tingginya kadar karbondioksida dalam cadangan gas di Selat Malaka itu.

Mengingat klausul lainnya adalah hak bagi Aceh untuk melakukan perikatan investasi langsung dengan pihak internal dan internasional dalam menarik investasi, apakah Aceh akan mengambilalih posisi pemerintah Indonesia dalam perundingan bagi hasil dengan kontraktor hidrokarbon?

Tentu saja, perjanjian damai itu, jika memberikan kedamaian bagi Aceh akan membuka lebih banyak peluang ekonomi. Tetapi peluang tersebut tidak mudah direalisasikan sampai ada kejelasan mengenai berbagai persoalan makro, terutama kebijakan fiskal dan moneter.

Pajak sendiri

Misalnya, salah satu klausul perjanjian itu adalah Aceh berhak menetapkan pajak untuk mendanai roda pemerintahan. Bagi pengusaha, pajak merupakan bagian pokok dari perhitungan investasi. Kita memahami bahwa di negara federasi seperti AS, negara bagian menetapkan tarif pajak sendiri-sendiri. Di California, AS, misalnya pajak daerah sebesar 8%. Artinya, ketika kita makan di restoran dikenakan pajak 8%, tetapi tidak dikenakan pajak federal. Tetapi bila kita bekerja di California, maka terhadap gaji kita dikenakan pajak California 8% dan pajak federal 12%.

Bagaimana bentuk pajak yang dikenakan Aceh itu tentu akan sangat menentukan seberapa menarik iklim berinvestasi di daerah tersebut.

Tetapi betapa pun, banyak pihak yang akan mengeruk manfaat dari perjanjian damai ini. Para kontraktor dan pemasok material untuk proyek rekonstruksi Aceh, misalnya. Demikianpun konsultan internasional, mulai dari desainer kota hingga perusahaan public relations, yang kini mengeruk rezeki dari proyek rekonstruksi Aceh US$5 miliar itu. Bagi mereka, tidak ada relevansinya politik ekonomi hidrokarbon itu.

2 Comments:

Blogger R. Rosa said...

Mas, kog dah lama ngga posting?
oh ya mas, bagi linknya donk do http://hots-business.blogspot.com

8:09 PM  
Blogger Amisha said...

Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

5:02 AM  

Post a Comment

<< Home